Investasi Syari'ah, Benarkah (sesuai) Syari'ah? Coba Cek Lagi!
Assalamu’alaikum.
Beneran Syari’ah
ga sih investasi yang berjudul Syari’ah itu? Barangkali pertanyaan itu membuat
bimbang sebagian orang yang mau atau sudah menginvestasikan hartanya, tapi
masih takut jangan-jangan masuk praktek ribawi nih. Berkaitan dengan hal
tersebut, di artikel kali ini saya akan coba share sesederhana mungkin tentang
apa yang saya pahami dari investasi syari’ah, sekaligus mengajak pembaca untuk
cek lagi investasi yang sudah atau akan dilakukan beneran syari’ah atau tidak hehe
simak ya.
Apa sih
investasi syari’ah?
Kita awali
dulu dengan pengertian investasi dan Syari’ah ya, agar lebih jelas memahaminya.
Investasi secara umum diartikan sebagai melakukan suatu hal saat ini dengan
harapan mendapatkan sesuatu yang lebih di masa depan (Saham OK). Dari
pengertian tersebut, kegiatan investasi cakupannya luas, bisa investasi
pendidikan, investasi uang, investasi emas, bahkan istilah investasi akhirat
juga ada. Kita fokus ke investasi harta ya. Jika mengerucut ke investasi harta,
artinya seseorang menanamkan uang atau modal yang dimiliki untuk memperoleh
keuntungan (KBBI).
Adapun Syari’ah atau Syari’at
merupakan serapan dari kata شَرِيْعَةٌ dalam bahasa Arab yang diartikan dengan hukum, aturan, atau ajaran agama, lebih spesifik lagi
agama Islam (Konsultasi Syariah). Jadi konsep Syari’ah berarti menganut aturan
yang diturunkan oleh Allah untuk para hambanya terkait dengan segala sisi kehidupan,
baik itu mengatur hubungan makhluk dengan Allah maupun antar-makhluk. Nah pada
akhirnya kita bisa simpulkan dari gabungan dua kata tersebut bahwa investasi
Syari’ah merupakan penanaman uang atau modal yang dilaksanakan berdasarkan aturan
agama.
Konsep Syari’ah dalam investasi seperti apa yang benar?
Berinvestasi syari’ah berarti melakukan investasi dengan cara
yang diatur dalam Syari’ah Islam, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah. Allah SWT melalui
Rasul-Nya menyampaikan aturan dalam bermuamalah, tidak terkecuali yang berkaitan
dengan harta. Harta yang dititipkan kepada kita bisa kita gunakan, kita simpan,
kita tukar, kita perjual belikan, yang ke semuanya dapat dilakukan asalkan mengikuti
aturan agama Islam yang sudah ditetapkan.
Berdasarkan pengalaman dan pengamatan saya pribadi, zaman
sekarang banyak praktik ribawi yang dibungkus dengan label syari’ah, seiring
dengan kemajuan zaman (saking pinternya manusia mengotak atik aturan). Nah,
untuk itu, sebaiknya kita berhati-hati dan saling mengingatkan. Dari hal
tersebut, saya ingin membahas 2 bentuk investasi yang banyak diminati umat
muslim, padahal batas riba dan halal nya sangat tipis, yaitu bagi hasil dan
emas. Bagaimana agar sesuai syari’at?
Pertama, berinvestasi dengan bagi hasil dalam untung dan rugi.
Dan rugi? Loh gimana, berinvestasi
kan tujuannya untuk mendapatkan keuntungan dari modal yang sudah kita tanam.
Benar, dan tidak munafik manusia juga maunya begitu. Tapi ingat, Allah punya
aturan. Syariat mengatur bahwasannya seseorang yang memiliki modal boleh
meminjamkan kepada orang lain untuk dikembangkan dengan akad Mudharabah. Akad Mudharabah
adalah perjanjian yang hasilnya sama-sama dirasakan oleh kedua belah pihak yang
melakukan akad. Asas yang dianut dalam akad Mudharabah ini adalah keadilan,
keduanya akan menerima keuntungan jika untung dan akan sama-sama memikul
kerugian jika merugi ; pemodal rugi harta, pelaku usaha rugi waktu dan tenaga.
Lebih lengkapnya silahkan cek ulasan Ustadz Abduh di Rumaysho ya.
Saya beri gambaran seseorang yang memiliki uang untuk
dikelola di sektor peternakan ayam yang nantinya akan dijual. Jika dalam proses
pengelolaan terjadi wabah penyakit, misal kena flu burung dan ayam-ayamnya pada
mati, maka pemodal dan pengelola sama-sama harus menanggung rugi. Kasus lainnya,
misal selama pengelolaan lancar, tapi ternyata penjualan sedang tidak maksimal,
maka pemodal dan pengelola sama-sama merasakan keuntungan seadanya dari penjualan
tersebut. Jadi bagi hasilnya juga tidak boleh ditentukan besarannya secara
pasti, karena hasilnya juga tidak pasti, disesuaikan dengan kondisi yang
sebenarnya. Inilah yang disebut dengan (beneran) bagi hasil dalam syari’at Islam,
bukan bagi hasil yang disetarakan dengan bunga bank ya^^
Namanya juga sama-sama merasakan. Kalo ada untung, pemodal
merasakan investasi syari’ahnya berhasil, kalo rugipun dia tetap telah berinvestasi,
tapi investasi akhirat yang tentu keuntungannya tidak sebanding dengan uangnya yang hilang,
karena sudah tolong menolong dengan orang lain. Hehe benar atau benar? Jadi bagi hasil tidak semestinya menguntungkan
satu belah pihak saja, karena itu perbuatan zhalim. Pada intinya, mau
bagaimanapun bentuknya, jenis produknya, judulnya ada syari’ahnya atau tidak,
tetaplah jeli melihat dari sudut pandang aturan agama. Karena yang berlabel
syari’ah ada yang masih meragukan, dan ada yang tanpa label syari’ah justru
berkonsep syari’ah. Pahami cara kerjanya, jangan sampai tertipu judul hehe
Kedua, investasi
emas secara tunai.
Memang ada yang tidak tunai ? Ada, saya
sendiri beberapa tahun silam sempat terjebak di tabungan emas salah satu perusahaan.
Investasi emas yang diperbolehkan dalam Islam adalah yang dilakukan secara
tunai, maksudnya dibeli dengan uang secara langsung, bukan dicicil/kredit,
karena uang dan emas merupakan alat tukar yang sama. Kalau sama, syari'at mengatur agar ditukar dengan besaran sama dan tunai, tidak boleh lebih, tidak boleh kurang. Sebagai ilustrasi, penjual
menjual emas 5gr dengan harga per gram Rp 500.000, kita sebagai pembeli membeli
tunai dengan uang Rp 2.500.000 untuk mendapatkan 5gr emas tersebut. Nah kalo
tabungan emas, konsepnya adalah mencicil senilai gram emas, dan tidak tunai,
inilah yang dilarang dalam syari’at. Untuk lebih lengkap tentang emas, bisa baca artikel Konsultasi Syariah berikut.
Investasi emas rasanya cukup
mudah dilakukan, punya uang beli, kalo suatu saat butuh uang tinggal dijual. Saya
jadi keingat pesan Titiek Puspa buat artis-artis yang lagi naik daun, ‘boleh
beli rumah mewah, mobil mewah silahkan, tapi punyailah emas, karena kalo kita
sakit dan uang kita kurang, emas lah yang paling cepat bisa kita jual’. Tapi tetap
ingat, bahwa simpanan emas juga memiliki hukum zakat, jadi jangan lupa berzakat
jika telah mencapai nisab dan haulnya^^
Baiklah, sudah panjang lebar bercerita,
saya hanya ingin mengajak dan mengingatkan diri saya juga para pembaca, mari
sama-sama cek ulang investasi syari’ah yang sedang atau akan kita lakukan,
apakah sudah sesuai syari’at atau belum agar investasi syari’ah kita
benar-benar syari’ah. Sama-sama
dilakukan, kenapa tidak yang berkah, berpahala, dan bernilai ibadah ? hehe
Wallahu a’lam bi shawab
Berikutnya, saya akan share pengalaman berinvestasi
dengan bagi hasil yang sesuai syari’ah dan dengan cara yang modern tentunya,
tunggu artikelnya ya!
Selamat berakhir pekan dan terima kasih telah menyempatkan membaca^^
Wassalamu’alaikum.
*sumber gambar 1, 2, 3
Komentar
Posting Komentar