Menyusuri Solo Skybridge (SSB), Si Penghubung yang Kurang Diminati
Halo assalamu’alaikum.
Pernahkah anda mendengar SSB? Atau sudah pernah melewatinya? SSB singkatan dari Solo Skybridge, jembatan penghubung Stasiun Solo Balapan dan Terminal Bus Tirtonadi. SSB ini sudah ada sejak 2017 tapi dulu belum dibuka untuk umum. Waktu itu saya pernah ketinggalan kereta Prameks menuju Jogja, kemudian saya berencana ke Terminal Tirtonadi lewat SSB, tapi sayangnya belum dibuka. Kebetulan hari Sabtu minggu lalu saya berkesempatan melewati SSB untuk pertama kalinya! Yeay! Seneng amat, iya^^ Seneng dong sebagai wong Solo yang sekarang-sekarang ini kotanya dipermudah dengan berbagai fasilitas publik yang modern. Dari pengalaman perdana kemaren, saya akan berbagi cerita dan pengamatan saya berkaitan dengan SSB.
Karena SSB merupakan jembatan penghubung, pintu masuknya ada dua ya; di Stasiun Solo Balapan dan di Terminal Bus Tirtonadi. Kemarin saya masuk melalui pintu di stasiun. Begini susanananya ketika masuk.
Dari situ naik eskalator dan mulai berjalan menyusuri skybridge. Di awal, pemandangan kanan kiri masih sekitar stasiun yang elok, seperti berikut.
Pemandangan itu saya ambil sekitar jam 7 pagi, ketika matahari masih belum tinggi, di sisi sebelah kanan. Di sebelah kiri, ada pemandangan gunung tapi sayangnya tertutup bangunan-bangunan. Selain itu, ada hal yang menarik perhatian saya, yaitu tumpukan bahan bangunan serta bagian skybridge yang kayaknya (asumsi saya) belum beres, jadi kurang enak diliatnya. Jalan lagi, saya melihat ada seorang cleaning service yang lagi nyapu-nyapu. Suasananya sepi banget padahal weekend loh, depan saya cuma ada mbak 1 orang. Apa mungkin karena masih pagi? Entahlah. Lanjut jalan, saya disuguhkan desain skybridge yang berbeda seperti berikut.
Perbedaan desain ini barangkali menandakan area, yang tadi punya stasiun trus ini punya terminal. Seru sih, jadi kayak masuk ke dimensi lain gitu haha dari yang minimalis modern trus masuk ke dunia klasik. Di sepanjang jembatan yang biru ini, saya baru menemukan 1 cctv (bisa jadi saya kelewat mengamati). Jadi, saya merasa insecure ketika menyusuri, karena emang sepi banget, padahal pagi hari, dan selama saya jalan, saya hanya berpapasan dengan 1 orang dari arah yang berlawanan. Ditambah lagi desain kaca jembatan yang bermotif, kalo sore atau malam kayaknya saya mending naik becak/ojek aja lewat bawah hehe. Tapi jembatan ini nyaman dan bersih, ada tempat duduk kalo kelelahan, ada juga tempat sampahnya. Ada juga petugas di ujung pintu keluar alias pintu masuk dari terminal. Mereka memonitor cctv juga jadi harusnya sih aman ya.
Nah di jembatan yang biru ini, selain kacanya bermotif, pemandangan kanan kirinya menurut saya kurang indah, karena cuma bisa liat atap rumah orang! Daerah terminal memang padat penduduk. Saya menyayangkan sih, tapi ya mau gimana, mereka tinggal di situ duluan udah puluhan tahun, baru dibangun SSB nya hehe. Ga ada foto untuk yang ini ya, karena penuh banget objeknya. Sesampainya di pintu keluar skybridge, kita turun tangga menuju masjid terminal, tinggal ke kanan (bus arah barat) atau ke kiri (bus arah timur).
Dari pengalaman saya, saya menyimpulkan bahwa SSB ini adalah fasilitas publik yang bagus ya, menunjang sarana transportasi bagi warga. Kondisinya juga baik, hanya saja kurang diminati sehingga sepi. Saya kurang tau faktor apa, apa karena memang jarang orang yang dari stasiun ke terminal dan sebaliknya, atau orang males naik turun jalan kaki, atau apalah alesan pribadi. Saya ingin mengimbau, yuk lah manfaatkan! udah gede tu biaya yang dikeluarkan pemerintah, eman-eman kan kalo ga dipake toh itu buat kita juga. Kitanya terbantu, biayanya bermanfaat, jasa orang yang membangun jadi dihargai, bukan? ^^
Baik, sekian dulu ceritanya, terima kasih sudah menyempatkan membaca.
Semoga bermanfaat dan sampai jumpa di tulisan berikutnya ya!
Wassalamu’alaikum.
Wah, bagus sekali ya artikel nya kak. Ditunggu karya yang lain🙏
BalasHapusMakasih banyak :)
Hapus