Memoar Bahagia bersama Ibu
Halo Assalamu’alaikum.
Awal tahun 2019 ini saya awali dengan tulisan yang agak mengharu-biru gapapa ya hehe. Tulisan ini , full-text nya sebenernya mau diikutsertakan dalam sayembara menulis cerita yang nantinya akan diterbitkan, tapi karena ada hal lain yang harus saya utamakan, hingga akhirnya sampai deadline saya belom bisa ikutan.
Ketika baca tema “memoar bahagia bersama ibu tercinta” saya sempat brainstorming, membuat kerangka cerita. Namun, ternyata sama sekali tidak mudah! Saya membutuhkan berhari-hari untuk bisa dapet ide “apa ya memoar bahagia saya sama ibu?” mungkin pembaca juga merasakan hal yang sama, as same as disuruh deskripsiin sosok ibu dengan satu kata. Bisakah? Saya yakin tidak. Bukan karena kita tidak pernah punya momen bahagia bersama ibunda, tapi SAKING BANYAKNYA! Am I wrong saying that phrase? NO. Each of you had lots of happy memories with your own mother. Saya baru menyadarinya ketika saya terpaku mengingat-ingat kejadian membahagiakan yang saya rasakan atau lakukan bersama ibu.
Karena yang dibutuhkan hanyalah “sebuah tulisan” maka saya tidak bisa menceritakan banyak hal, tentu saya harus pilih satu yang “paling membahagiakan”. Kembali lagi, saya kesulitan untuk memilih, karena bagi saya hari-hari bersama ibu itu tidak pernah tidak membahagiakan. Apa ya? Apa ya? Apa ya? Terus dan terus bertanya dalam benak. Masa ga ada sih yang paling nyenengin? Dibeliin sesuatu? Emm kayaknya biasa aja. Shopping bareng? Wah, justru saya yang banyak duduk nungguin ibu haha. Sampai akhirnya saya menyimpulkan satu hal, memoar paling membahagiakan bersama ibu adalah ketika saya dipilih olehnya sebagai pendengar kedua (setelah Allah) yang mendengarkan segala ceritanya, segala keluh kesahnya, segala mimpi-mimpinya, segala apa yang dia pikirkan dan rasakan. Ya. Saya ulangi, saya merasa sangat bahagia ketika saya dijadikan beliau sebagai teman cerita yang baik. Itulah momen terindah dalam hidup saya. Tentu tidak satu kali terjadi ya, tapi hampir setiap hari, ga ada di rumah, saya mendengarkan lewat telepon. Tidak bisa telepon, beliau ketik panjang lebar ceritanya. Bagi kita nih anak-anak khususnya cewe, kita selalu butuh ibu sebagai “tong curhat” segala permasalahan kita, tapi apakah kita mampu menjadi sebaliknya? Menjadi teman cerita yang baik bagi ibu kita? Hanya dengan mendengarkan, bagi beliau sudah sangat melegakan. Ketahuilah bahwa sosok ibu itu pikirannya tidak bisa berhenti, banyak sekali yang ia pikirkan. Oleh karenanya, beliau butuh menuangkan sebagian pikirannya kepada orang yang tepat, dan terkadang kita careless soal itu.
Di akhir tulisan ini, saya pada awalnya sedih, karena tulisan ini (belom rejekinya) tidak jadi terbit padahal ingin saya hadiahkan untuk ibu saya. Tapi kesedihan itu tidak ada artinya, karena ketika tulisan ini diproses, ibu saya sedang menjalani operasi di Malaysia dan meminta saya untuk menemaninya selama di sana, dan saya akan terlampau sedih jika permintaan itu tidak jadi beliau minta.
Itulah sekilas dari cerita memoar bahagia bersama ibu yang dibumbui dengan curhat, terimakasih telah meluangkan waktunya untuk membaca. Sampai jumpa di tulisan berikutnya!
Wassalamu’alaikum.
Komentar
Posting Komentar