Misi Budaya Indonesia di Perancis bersama PSM Voca Erudita
Perancis, 2012. Pertama kali ke
luar negeri, bukan lagi menyeberang ke negara sebelah, bukan lagi penerbangan
sejam dua jam, tapi 15 jam menuju Perancis-Eropa. Perjalanan jauh
pertamakalinya dalam rangka menjalankan Misi Budaya Indonesia di Perancis bulan
Mei-Juni. Kegiatan yang bertajuk konser
Suara Indonesia membawa saya ke tiga kota dengan suasana yang berbeda satu
dengan yang lainnya, yaitu La Rochelle, Bordeaux, dan Paris.
La Rochelle
Mendarat di Charles de Gaulle,
saya menuju La Rochelle kurang lebih 6 jam mengendarai bus. Setibanya di sana,
saya disuguhkan pemandangan yang sangat saya suka, bagaimana suasana pedesaan
Perancis dengan rumah-rumah tradisionalnya lengkap dengan corong asap yang
khas, serta pepohonan yang asri. Hari-hari saya di La Rochelle adalah peralihan
dari musim semi ke musim panas, tapi tetap saja saya kedinginan (maklum orang
subtropis hehe). Bisa dibayangkan kan gimana sejuknya, memandangi kawasan
pedesaan Perancis yang ditumbuhi bunga-bunga dan menghirup udara yang sangat
sejuk.
Di desa ini saya juga sempat
berkunjung ke Maison de Retraite (panti jompo), menghibur nenek-nenek dan
kakek-kakek jompo di sana. Kebetulan hari itu hari Sabtu, mendapati keluarga
mereka (anak dan cucunya) menjenguk mereka. Hal yang saya pelajari adalah,
ternyata panti jompo di sini diisi oleh orang-orang tua yang masih berkeluarga,
bukan dibuang keluarganya ya, karena memang dititipkan. Asusmi saya sih, agar
mereka bisa menikmati hidup senikmat nikmatnya, jauh dari cekcok keluarga
(anaknya), dari kebisingan kota, dan menghindari rasa kurang diperhatikan.
Mereka tidak khawatir karena setiap akhir pekan, keluarganya datang menjenguk.
Fasilitas nya tentu ga perlu diragukan lagi ya, mereka duduk dan berjalan-jalan
menggunakan kursi roda yang menurut saya sangat nyaman, sangat canggih, dan
sangat mendukung aktivitas mereka sebagai jompo.
La Rochelle terletak di pinggiran
Perancis dan merupakan kota pelabuhan. Ketika itu saya dan rombongan sedang
mengadakan konser di Vieux Port. Pelabuhan ini cukup unik menurut
saya, karena sepeti pusat kota, banyak toko, banyak restaurant, banyak orang
yang berkegiatan di sana, makanya kita konser di sana. Uniknya lagi, pelabuhan
ini ga jual ikan-ikanan (saat itu tidak mendapati satuun pedagang ikan),
mungkin khusus barang atau entah saya kurang info terkait ini. Tapi yang jelas,
pemandangannya cakep, banyak kapal-kapal layar kecil, sesekali ada kapal besar
yang melintas.
Saya juga mampir di Universite de
La Rochelle, main ke perpustakaan, dan makan siang di kantin kampus. Pertama kalinya makan makanan
(bukan kue) Perancis yang ketika itu ga cocok di lidah haha tampilannya mirip
gule kepala ikan bening dan kentang rebus sebagai karbo nya. Tapi, sebagai
orang Indonesia yang hidup dengan rempah, saya pribadi kurang bisa menikmati
haha
Bordeaux
Dari La Rochelle saya berpindah
ke Bordeaux untuk konser di sana. Kebetulan lokasi konser kami ada di pusat
kota, jadi saya hanya berkeliling di kota. Berbeda dengan La Rochelle, Bordeaux
menawarkan suasana kota yang kota banget; cukup ramai, banyak toko, banyak
restaurant. Di kota ini pertama kalinya saya liat dan naik tram yang jalan
betul-betul di tengah kota, di tengah lalu lalang orang. Di Solo juga ada sih
yang kereta yang lewat di dalam kota, tapi tetep di pinggir jalan, bukan di
tengah jalan semacam itu hehe. Pengalaman yang cukup menarik bagi saya,
menunggu di halte sesuai jam kedatangan, yang mungkin tidak pernah saya lakukan
di Indonesia. Suasana kota masih terbilang kondusif, cukup bisa saya nikmati
(karena saya tidak suka keramaian). Bordeaux menyajikan bangunan khas Eropa
yang rata-rata hampir sama, yaitu bricks.
Waktu ashar tiba, kebetulan saya
belum menjamak shalat dengan zhuhur, akhirnya bingung cari tempat shalat, ga
mungkin sembarangan gelar sajadah hehe karena banyak anjing di sana. Akhirnya
oleh PPI Bordeaux saya diantar ke Mosque de Bordeaux (yang kirain deket) dengan
berjalan kaki, ternyata cukup jauh (mungkin ga jauh tapi lagi-lagi maklum, saya
dari negara manja yang biasa ke mana aja dengan mengandalkan motor).
Dari luar, bangunannya tidak
tampak seperti masjid, karena tidak ada kubah (entah dilarang atau Bordeaux
ingin menjaga kekhasan bangunan kota) seperti masjid pada umumnya. Tapi di
dalamnya, sungguh indah, banyak orang yang juga menunaikan shalat (kebanyakan
imigran Arab). Di masjid inilah, saya justru ngobrol dengan salah satu jamaah
perempuan dengan bahasa Arab. Ya, saya berbicara bahasa Arab di Perancis haha Malam hari, saya menyempatkan bermain-main air di area Miroir d'eau yang menjadi ikon kota Bordeaux, sebelum akhirnya pulang ke penginapan dan besok pergi ke Paris.
Paris
Selesai mengadakan konser di dua
kota sebelumnya, saatnya saya kembali ke tanah air, sembari mampir di kota yang
TER-HITS sedunia; kiblat fashion dunia, kota kelahiran merk-merk produk yang
digandrungi kaum hawa, kota paling romantis (katanya). Ya Paris. Benar saja,
suasana kota yang saya kurang tertarik untuk berlama-lama di sana. Tentu saja,
sangat ramai dan padat, orang keluar masuk toko untuk menghabiskan hartanya,
jalanan yang padat kendaraan. Di Paris saya hanya makan kebab seharga 6 euro
yang ketika itu setara dengan 75.000 di depan stasiun yang saya tidak ingat
namanya.
Mumpung di Paris, ga lengkap
kayaknya kalo ga mampir ke Musee du Louvre, Notre Dame Paris, dan La tour
Eiffel (Menara Eiffel) yang terkenal dan termasuk keajaiban dunia itu. Di Musee du Louvre, saya tidak sempat masuk ke
dalam karena museum sudah hampir tutup, jadilah saya menghabiskan sore dengan
duduk di sekitaran dan berfoto. Ada hal unik yang saya kira hanya berlaku di
Asia saja, tapi ternyata orang Eropa juga melakukannya, yaitu membuang
koin-koin ke kolam dengan memanjatkan harapan. Saya sih ga ikutan, mending koin
dibawa ke Indonesia buat koleksi hehe. Ketika mengunjungi menara Eiffel pun
saya juga hanya berfoto di depan, mengingat uang saku yang tidak banyak, maka
saya mengurungkan niat untuk bisa naik ke atas menara dan menikmati kota Paris
dari atas. Begitu juga di Notre Dame Paris, saya hanya berfoto di area Zero
Point yang katanya kalo menginjak, maka akan berkesempatan kembali mengunjungi
Perancis di masa mendatang. Saya pribadi tidak meyakini, tapi saya ingat saya
sempat berdo’a kepada Allah jikalau Dia menghendaki saya kembali ke sini, maka
saya akan kembali atas izin-Nya.
Pengalaman unik saya dapatkan
ketika berbelanja oleh-oleh di sekitaran Notre Dame. Ada toko yang memberi saya
diskon besar-besaran karena tau saya seorang muslimah dan dia muslim. Ada lagi
yang memberi saya souvenir karena saya seorang muslimah, dan dia menghormati.
Dari situ saya benar mengalami bahwa Islam mempersaudarakan kita, di manapun
berada, jika menemukan muslim maka ia saudaramu. Di Perancis, negara non
muslim, percayalah tetap ada hamba Allah di dalamnya dan mereka saudaramu :)
Satu minggu di Perancis, membuat
saya belajar banyak hal, menemukan dan tidak menemukan sesuatu. Saya ingat,
dulu ketika menunggu penerbangan pulang di bandara CDG saya mengingat kembali
perjalanan kemaren, kemudian menyimpulkan dan menyatakan bahwa Perancis menurut
saya pribadi cocok untuk liburan saja, tidak untuk menetap (bagi seorang
muslim).
Komentar
Posting Komentar